Sabtu, 20 November 2010

IRONI SETANGKAI MAWAR


Seperti setangkai mawar, kugenggam gadis pujaanku (sebut saja; Bunga) yang telah kuperjuangkan penuh pengorbanan. Sebuah mimpi yang kurajut sejak aku masih duduk di bangku sekolah kupatahkan demi dekat dengannya. Tapi, sudah lah. Yang penting aku dapat cintanya.

Saat itu, tujuh hari sebelum Idul Fitri aku mengantarnya membeli pesanan saudaranya. Mataku tak berhenti menata ke arahnya. Sebuah kata yang ingin kuucapkan tak mampu kuhempaskan. Aku lemah ketika melihat matanya. Lidahku tak dapat menari-nari bak penyanyi yang mengalunkan lsan dengan irama musiknya. Angin dan debu seolah mentertawakanku.

Dalam hati, aku harus mengatakannyasekarang juga! Kuikuti kemana langkahnya melaju, seseka kuhibur dia dengan lawakan garingku. Aku senang meihat tawa lebar di wajag kecilnya. Seperti bibir pantai yang bertabrakan dengan ombak samudera. Dan ketika aku akanmegatakannya, lagi-lagi lidahku terpenjara rasa takut, grogi dan malu.

Terlintas sebuah akal di benakku. Aku akan ajak dia ke mal dan menyatakan semuanya di sana. Dan lagi-lagi aku tak sanggup mengatakannya. Akhirnya Bunga memutuskan untuk pulang. Dalam hati kecil aku berkata, “Aduh agagal lagi aku meluapkannya.”

Sebuah angkutan kota yang lumayan sempit dan panas kami naiki, rasa ingin berucap masih menggebu-gebu. Akhirnya kunyatakan semuanya di dalam angkutan kota tersebut.

“Kamu mau jadi kekasihku?”, tanyaku sambil tertawa malu.

Lama ia tak menjawab. Sampai terminal dan berpindah angkutan kota, ia masih tak menjawab. Baru setelah dekat dengan rumahnya Bunga mau menjawabnya.

“Sebenarnya aku juga menyayagimu. Aku mau jadi kekasihmua”,ungkap Bunga padaku dengan tersipu malu.

“Yes!”, kataku mengekspersikan kebahagiaanku.

Akhrnya aku mendapatkan cintanya. Saat Idul Fitri tiba, aku pun menemui keluarganya untuk bersilaturahmi. Sambutannya baik. Aku senang dengan keluarganya.

Setiap sabtu aku punya jadwal pacaran dengan Bunga. Ya, bahagia saat itu tak kan pernah terganti dengan apa pun. Meski ada saja hal yang membuat kami bertengkar kecil, tapi Aku dan bunga tetap merasakan indah setiap bertemu.

Kemana Bunga pergi aku selalu siap mengantarnya, meski harus menumpang angkutan kta setiap aku menemaninya. Untunglah Bunga dapat mengerti keadaanku. Ya, pengertiannya yang membuatku tak mau kehilangan dia.

***

Prahara baru datang ketika bos dari orang tuanya menasihati Ibu Bunga. Ia bilang agar bunga tak diizinkan mengenal cinta dulu sebelum ia lulus kuliah dan bekerja, kalau bisa harus sesama Orang Jawa. Dari situ orang tua Bunga tak merestu hubungan kami.

Suatu pagi, aku tengah menyaksikan televisi. Sebuah pesan masuk ke ponselku. Dari bunga.

Dari : Bunga

Untuk : Gun

Hubungan kita sampai di sini saja ya”

Dari : Gun

Untuk : Bunga

kenapa?”

Bunga menjelaskan bahwa orang tuanya sudang melarang dia berhubungan denganku lagi. Seperti disamar petir aku tak bisa menerima kenyataan itu. Aku meminta kepada Bunga untuk tak mengakhiri hubungan kami.

Bungan meneleponku. Ia menangis. Ia berkata bahwa sungguh tak mau meninggalkanku, tapi orang tuanya melarang kami berhubungan. Aku menolak keputusan tersebut. Ini tak adil bagku. Sebuah ironi. Seperti mawar yang memiliki kelopak indah, namun memiliki tangkai yang berduri. Sakit.

Aku memutuskan untuk membuat kesepakatan dengan Bunga. Kami akan tetap menyatukan hati meski tanpa sepengetahuan orang tuanya. Ya, meski Bungasempat ragu dengan kemantapan hatiku, selamanya aku akan mencintainya. Tak seorang pun boleh mengambilnya dariku.

Selasa, 09 Maret 2010

SUBHANALLAH!!! ADA SUNGAI DI DASAR LAUTAN


Maha Suci Allah yang Maha Menciptakan
Sungai dalam Laut

“Akan Kami perlihatkan secepatnya kepada mereka kelak, bukti-bukti kebenaran Kami di segenap penjuru dunia ini dan pada diri mereka sendiri, sampai terang kepada mereka, bahwa al-Quran ini suatu kebenaran. Belumkah cukup bahwa Tuhan engkau itu menyaksikan segala sesuatu. ” (QS Fushshilat : 53)

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) ; yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan:53)

Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton rancangan TV `Discovery’ pasti kenal Mr.Jacques Yves Costeau , ia seorang ahli oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke perbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat filem dokumentari tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton di seluruh dunia.

Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba ia menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya kerana tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang masin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.

Fenomena ganjil itu memeningkan Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari penyebab terpisahnya air tawar dari air masin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berfikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam. Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawapan yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.

Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor Muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan ( surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez . Ayat itu berbunyi “Marajal bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun laa yabghiyaan.. .”Artinya: “Dia biarkan dua lautan bertemu, di antara keduanya ada batas yang tidak boleh ditembus.” Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53 di atas.

Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diertikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air masin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi “Yakhruju minhuma lu’lu`u wal marjaan” ertinya “Keluar dari keduanya mutiara dan marjan.” Padahal di muara sungai tidak
ditemukan mutiara.

Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera. Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam
akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun berkata bahawa Al Qur’an memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam.

Maha Suci Allah yang Maha Menciptakan
Sungai dalam Laut

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) ; yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan:53)