Senin, 06 Juni 2016

Puisi: Menutup Sya'ban tanpamu

Tahun-tahun lalu kita menutup sya'ban berdua
Melukis senyum menyambut ramadhan
Tahun ini aura sepi bermula
Semua harapan tinggal serpihan

Aku masih ingat janjimu tahun lalu
Tapi kau bilang itu hanya celoteh masa lalu
Ironis
Miris

Kelak saat lebaran
Aku mungkin tak dapat merasakan
Senyum lembutmu sambil salaman
Kini tersisa hanya aku dengan tuhan

Kragilan, serang 4 Juni 2016

Puisi: Adakah di Hatimu

Adakah di hatimu bersitan kehilangan
Sementara aku hampir mati dihantui jutaan kenangan

Adakah di hatimu bersitan kerinduan
Sementara aku terseok-seok menahan keadaan

Kau bersikap seolah aku telah terbuang ribuan tahun
Dan aku masih saja meminta ampun

Adakah di hatimu sisa namaku
Meski samar tapi aku ingin tahu

Adakah di hatimu
Karawang, 2 Juni 2016

Puisi: Anomali Dewi Sinta

Entah aku menikmati kesakitanku
Atau kau telah menjadi hantu
Kau koyak-koyak pikiranku
Hatiku menggerutu namun pilu

Hai dewi sinta yang memilih rahwana
Meski aku Sri Rama yang berwajah biasa
Tak setampan kisah mahabarata
Aku ingin kau kembali ke singgasana kita berdua

Aku hampir mati dibunuh panahku sendiri
Sedangkan kau malah tertawa di pangkuan dasamuka rahwana
Ingin kulesatkan panahku untuk membunuh kalian berdua
Namun jiwaku tak bisa sekotor demikian, dewi sinta

Anomali dewi sinta
Karawang, 30 Mei 2016

Puisi: Pikun

ingin kulesatkan anak panah di ulu hatimu
Agar kau merasakan perihnya hatiku saat ini
Membunuh jiwaku yang pernah menandumu
Aku benci kauinjak seperti ini

Kau ini bertingkah seperti pemanggang roti
Yang melemparkan sepotong roti yang kau anggap telah hangus
Hitam terbakar raga si roti
Dan kau terus menampakkan wajah tak berdosa itu

Ingatkah dulu
Kau selalu merajuk
Memintaku terus bersamamu
Dan terus kuusahakan semampuku

Ingatkah dulu
Kau memintaku berbagi waktu
Hanya untuk kita saling membasuh rindu
Dan terus kuusahakan semampuku

Tapi kini kau berpaling wajah
Melenyapkan catatan jasaku padamu
Merobek seluruh rongga dadaku
Aku mati meski masih bernyawa

Pikun
Karawang, 24 Mei 2016

Puisi: Eligi Matahari Terbit

pagi merambat perlahan
Burung mendesir lirih
Tiang pancang jiwaku mulai goyah
Aku tak kuasa lagi

Tangan ini haus akan darah
Darahmu juga darahnya
Agar batinku berteriak puas
Berbisik: penjahatnya telah mati, Baginda

Oh kewarasanku menjadi runtuh
Kau hancurkan dengan janji palsu
Penuh dusta berbau busuk
Aku ingin memakan jantungmu
Agar kau tahu rasa akan jantungku yang kian berdetak pilu

Elegi matahari terbit
Karawang, 23 Mei 2016

Puisi: Ingin Kucekik

rasanya ingin kucekik kau sampai mati
Agar tidak ada satu pun yang bisa memiliki
Begitu juga dia
Rahwana perebut dewi shinta

Namamu melambangkan cinta
Namun kau merobek kesucian dari cinta tersebut
Dengan dusta
Dengan penkhianatan seperih sayatan sembilu

Ingin kucekik pria nista si sampingmu
Agar mati tersungkur di atas kotoran kerbau
Menistakan mayatnya
Menistakan jiwanya

Tapi itu bukan aku
Karena aku akan selalu bodoh menyayangimu
Bodohku sangat terlalu

Ingin kucekik
Karawang, 22 Mei 2016

Puisi: Kau Jahat

Perih tersemat saat kulihat kau di sisi pria bukan aku
Merintih lirih memperparah lukaku
Kau mendadak jahat
Melemparku dan memeluk dia

Harga diriku kau injak dengan terompah perang
Aku mengerang
Kau malah senang
Memanjakan dia si wajah gersang

Kau tahu?
Aku tertunduk malu
Aku yang selalu membanggakanmu
Kini kau meludahi aku

Kau jahat
Hatiku kau sayat
Hingga aku menjadi mayat
Hanya saja jiwaku tak menyentuh akhirat

Kau jahat
Karawang, 22 Mei 2016